Anthurium

Anthurium
Anthurium
Bursa Jual Beli Bibit Dan Tanaman Anthurium Koleksi
Hubung Farida Ningsih Di 021-73888872 ,021-70692409
Google

Jumat, 28 Desember 2007

Senandung Duka Dukuh Anthurium

Senandung Duka Dukuh Anthurium



D ilihat dari sisi geografis, Dukuh Mogol yang dihuni 110 jiwa, dapat dikatakan terpencil. Dari jalan raya, akses menuju Dukuh di Desa Ledoksari, Kec Tawangmangu, Kab Karanganyar ini, hanya berupa jalan setapak sepanjang empat kilometer.

Di sekitarnya, jurang menganga. Tapi, siapa sangka kalau kampung ini dihuni orang-orang berkantong tebal. Anthurium, tanaman hutan yang tiba-tiba booming dan berhasil dibudidayakan di Dukuh Mogol, membuat sebagian warganya masuk kategori orang-orang dengan nilai kekayaan 10 digit. Mereka orang kampung, tapi miliuner!

Tapi, sebagian areal Dukuh yang dihuni sejumlah orang kaya baru (OKB) itu, kini ludes dihantam longsor. Nyawa dan harta benda, tertimbun tanah setinggi 10 meter. Soelarsih (32 tahun) yang ditemui Republika, kemarin, menangis sesengukan mengenang kakaknya, Soewardi (35 tahun). Tak ada yang tersisa dari Soewardi. Dia terkubur bersama kedua anaknya Santi (12) dan Anggi (8) istrinya, Giyem (30), dan seluruh harta bendanya, ketika longsor menerjang, Rabu (26/12) dinihari.

Saat peristiwa itu terjadi, Soewardi sedang berencana membangun rumah. Selasa (25/12) pagi, penggalian fondasi sudah dilakukan. Bahan bangunan juga sudah disiapkan. Rumah yang hendak dibangun Soewardi, pengusaha anthurium itu, tergolong mewah untuk ukuran warga kampungnya. Tapi, dalam sekejap, bangunan yang direncanakan beserta koleksi anthurium berbagai jenis yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 2 miliar; dua kapling tanah bernilai ratusan juta rupiah; mobil dan lain-lain, tertimbun tanah setinggi 10 meter.

Beberapa hari sebelum kematiannya, tutur Soelarsih, Soewardi melakukan transaksi anthurium. Tanaman yang sudah bertongkol tiga sampai empat, biasa ditawar Rp 300 juta. Namun, Soewardi tak mau melepas. Dia berkeras harganya di atas Rp 300 juta. Soewardi tergolong sukses menekuni bisnis budidayan tanaman hias. Dulu, saat masih bujang, Soewardi hanyalah penjual bunga keliling. Dia sering berjualan di objek wisata Tawangmangu, Solo, Semarang, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya.

Sejak 1995, Soewardi menekuni anthurium. Mula-mula dia berusaha kecil-kecilan, membudidayakannya dari biji. Bibit anthurium jenis Jenmanii, Hookeri, Keris, Kobra, dan lain-lain, dibelinya di Malang, Jatim. Tak disangka tanaman asal Amerika Selatan itu booming, harganya melambung tinggi secara tak rasional. Dan garis tangan Soewardi berubah 180 derajat. ''Dan, Mas Wardi semakin bersemangat menekuni bisnis ini. Tapi, sekarang dia sudah meninggal bersama isteri dan anak-anaknya,'' Soelarsih.

Nama Soewardi cukup dikenal di kalangan pebisnis dan kolektor tanaman hias. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab Karanganyar, Drs Sukoyo, dan istrinya, misalnya, sering bertemu Soewardi. Malah, kata Sukoyo, berurusan dengan Soewardi menyenangkan, karena harga anthuriumnya kerap ditawarkan agak miring. ''Kalau dijual lagi pasti untung lumayan,'' katanya.

Sukoyo mengaku penasaran dengan musibah yang menimpa warga Mogol. Sukoyo yang juga pernah menjadi anggota SAR Kab Klaten, sejak hari pertama musibah datang ke lokasi. ''(Mencari) apakah Soewardi ikut jadi korban longsoran atau tidak. Kok saya cari tidak ada,'' katanya. Bukan Soewardi saja yang menekuni bisnis tanaman hias di Dukuh Mogol. ''Sembilan puluh persen warga sini bisnis tanaman hias,'' Wiryo Sentono (50) warga Mogol.

Bahkan, kata Wiryo, ada beberapa orang yang melebihi sukses Soewardi. Dia menyebut nama Bardi (33) yang memiliki aset lebih dari Rp 10 miliar, hasil bisnis anthurium. Juga Parno (35), Giyanto (40), Mardi (38) dan Wardi (36). Mereka rata-rata memiliki aset antara Rp 2-3 miliar dari bisnis tanaman yang masih terbilang langka itu.

Kendati mereka telah menjadi miliarder, Wiryo mengatakan Soewardi, Bardi, dan warga lainnya tak mengalami perubahan gaya hidup drastis. Mereka tetap hidup bersahaja, seperti petani biasa. Rata-rata mereka mendiami rumah panggung berlantai dua atau tiga. Rumah-rumah itu pun ditutupi paranet, semacam kelambu untuk menghalang sinar matahari datang terlalu deras, dan anthurium terlindung. Mereka juga rata-rata hanya mengemudikan Suzuki Carry.

Selain anthurium, tanaman lain yang juga dibudidayakan di Dukuh Mogol adalah tanaman hias biasa. ''Jadi, penduduk sini tidak ada yang nganggur. Semua bisa cari makan sendiri,'' kata Ny Panem (40), seorang warga yang selamat dari bencana. Tapi, bencana longsor membuat Dukuh di kaki Gunung Lawu itu berubah. Bahkan, warga yang mendiami Dukuh itu, direncanakan direlokasi ke tempat lain yang lebih aman

Tidak ada komentar:

Kata-kata Hikmah..! Jelang Pemilu, Jangan Golput ! Di Pemilu 2009